Sejarah Kerajaan Pajajaran

Sejarah Kerajaan Pajajaran - Pakuan Pajajaran atau Pakuan (Pakwan) atau Pajajaran adalah ibu kota (Dayeuh dalam Bahasa Sunda Kuna) Kerajaan Sunda Galuh yang pernah berdiri pada tahun 1030-1579 M di Tatar Pasundan, wilayah barat pulau Jawa. Lokasinya berada di wilayah Bogor, Jawa Barat sekarang. Pada masa lalu, di Asia Tenggara ada kebiasaan menyebut nama kerajaan dengan nama ibu kotanya sehingga Kerajaan Sunda Galuh sering disebut sebagai Kerajaan Pajajaraan.
Sejarah Kerajaan Pajajaran

Lokasi Pajajaran pada abad ke-15 dan abad ke-16 dapat dilihat pada peta Portugis yang menunjukkan lokasinya di wilayah Bogor, Jawa Barat.Sumber utama sejarah yang mengandung informasi mengenai kehidupan sehari-hari di Pajajaran dari abad ke 15 sampai awal abad ke 16 dapat ditemukan dalam naskah kuno Bujangga Manik. Nama-nama tempat, kebudayaan, dan kebiasaan-kebiasaan masa itu digambarkan terperinci dalam naskah kuno tersebut.

Sebelum berdirinya Kerajaan Padjajaran, berikut ini adalah kerajaan yang menjadi pendahulunya, antara lain :
  1. Kerajaan Tarumanagara.
  2. Kerajaan Sunda  
  3. Kerajaan Galuh, dan 
  4. Kawali. 

Penelitian Lokasi Bekas Pakuan Pajajaran

Dalam kropak (tulisan pada lontar atau daun nipah) yang diberi nomor 406 di Museum Pusat terdapat petunjuk yang mengarah kepada lokasi Pakuan. Kropak 406 sebagian telah diterbitkan khusus dengan nama Carita Parahiyangan. Dalam bagian yang belum diterbitkan (biasa disebut fragmen K 406) terdapat keterangan mengenai kisah pendirian keraton Sri Bima, Punta, Narayana Madura Suradipati:
Di inya urut kadatwan, ku Bujangga Sedamanah ngaran Sri Kadatwan Bima Punta Narayana Madura Suradipati. Anggeus ta tuluy diprebolta ku Maharaja Tarusbawa deung Bujangga Sedamanah. Disiar ka hulu Ci Pakancilan. Katimu Bagawat Sunda Mayajati. Ku Bujangga Sedamanah dibaan ka hareupeun Maharaja Tarusbawa.
Artinya: Di sanalah bekas keraton yang oleh Bujangga Sedamanah diberi nama Sri Kadatuan Bima Punta Narayana Madura Suradipati. Setelah selesai [dibangun] lalu diberkati oleh Maharaja Tarusbawa dan Bujangga Sedamanah. Dicari ke hulu Ci Pakancilan. Ditemukanlah Bagawat Sunda Majayati. Oleh Bujangga Sedamanah dibawa ke hadapan Maharaja Tarusbawa.
Dari sumber kuno itu dapat diketahui bahwa letak keraton tidak akan terlalu jauh dari "hulu Ci Pakancilan". Hulu sungai ini terletak di dekat lokasi kampung Lawanggintung yang sekarang, sebab ke bagian hulu sungai ini disebut Ciawi. Dari naskah itu pula kita mengetahui bahwa sejak zaman Pajajaran sungai itu sudah bernama Ci Pakancilan. Hanyalah juru pantun kemudian menerjemahkannya menjadi Ci Peucang. Dalam bahasa Sunda Kuna dan Jawa Kuna kata "kancil" memang berarti "peucang".

Raja-raja yang memerintah di Pakuan Pajajaran
  1. Sri Baduga Maharaja (1482 – 1521), bertahta di Pakuan (Bogor sekarang)
  2. Surawisesa (1521 – 1535), bertahta di Pakuan
  3. Ratu Dewata (1535 – 1543), bertahta di Pakuan
  4. Ratu Sakti (1543 – 1551), bertahta di Pakuan
  5. Ratu Nilakendra (1551-1567), meninggalkan Pakuan karena serangan Hasanudin dan anaknya, Maulana Yusuf
  6. Raga Mulya (1567 – 1579), dikenal sebagai Prabu Surya Kencana, memerintah dari Pandeglang

Kerajaan Pajajaran juga meninggalkan sejumlah jejak peninggalan masa lalu selain naskah-naskah Babad, antara lain:
  1. Prasasti Sanghyang Tapak, Sukabumi
  2. Prasasti Batu Tulis, Bogor
  3. Prasasti Rakyan Juru Pangambat
  4. Prasasti Astanagede
  5. Prasasti Horren
  6. Prasasti Kawali, Ciamis
  7. Tugu Perjanjian Portugis (padraƵ), Kampung Tugu, Jakarta
  8. Taman perburuan, yang sekarang menjadi Kebun Raya Bogor
  9. Berita asing dari Tome Pires (1513) dan Pigafetta (1522)
  10. Kitab cerita Kidung Sundayana dan Cerita Parahyangan

Kehancuran Kerajaan Pajajaran

Pakuan Pajajaran hancur, rata dengan tanah, pada tahun 1579 akibat serangan pecahan kerajaan Sunda, yaitu Kesultanan Banten. Berakhirnya zaman Kerajaan Sunda ditandai dengan dirampasnya Palangka Sriman Sriwacana (batu penobatan tempat seorang calon raja dari trah kerajaan Sunda duduk untuk dinobatkan menjadi raja pada tradisi monarki di Tatar Pasundan), dari Pakuan Pajajaran ke Keraton Surosowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf.

Batu berukuran 200x160x20 cm itu diboyong ke Banten karena tradisi politik agar di Pakuan Pajajaran tidak dimungkinkan lagi penobatan raja baru, Maulana Yusuf mengklaim sebagai penerus kekuasaan Sunda yang sah karena buyut perempuannya adalah puteri Sri Baduga Maharaja, raja Kerajaan Sunda.

Palangka Sriman Sriwacana tersebut saat ini bisa ditemukan di depan bekas Keraton Surosowan di Banten. Masyarakat Banten menyebutnya Watu Gilang, berarti mengkilap atau berseri, sama artinya dengan kata Sriman.

Saat itu diperkirakan terdapat sejumlah penggawa istana yang meninggalkan istana lalu menetap di daerah Lebak. Mereka menerapkan tata cara kehidupan mandala yang ketat, dan sekarang mereka dikenal sebagai orang Baduy.
Blogger
Disqus

Tidak ada komentar