Budaya dan Etika di Dunia Perkerisan

Budaya dan Etika di Dunia Perkerisan

Budaya dan Etika di Dunia Perkerisan-Keris bagi masyarakat Jawa, tidak saja sebagai benda budaya, tetapi merupakan benda yang sangat dihormati. Sebagai benda pusaka, keris dianggap mewakili pribadi pemiliknya. Oleh sebab itu di dalam pergaulan masyarakat terdapat kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam dunia perkerisan, adapun kebiasaan-kebiasaan tersebut antara lain :

Keris dianggap bukan barang dagangan karena itu dalam adat transaksi, keris tidak dijualbelikan tetapi dimaskawinkan/dimaharkan. Jadi seperti pengantin perempuan yang baru dapat diboyong jika memberi mas kawin atau mahar.

Akibat lebih jauh dari adat itu ialah pantangan berdagang benda pusaka, khususnya keris. Mereka percaya berdagang keris sama dengan berdagang manusia, yang merupakan larangan Tuhan.
Budaya dan Etika di Dunia Perkerisan

Seseorang pantang menghunus keris yang bukan miliknya. Untuk menghunus keris seyogyanya minta ijin kepada pemiliknya terlebih dahulu. Di jaman dulu bahkan pernah berkembang kepercayaan, keris yang sudah dihunus harus memakan korban.

Karena keris dianggap benda pusaka, sangat penting untuk menyimpan keris di tempat khusus, tidak sembarang tempat. Paling baik di simpan di tempat khusus atau kalau terpaksa, di simpan di almari pakaian. Keris itu harus diletakkan di tempat teratas, tidak tercampur dengan baju-baju.
Budaya dan Etika di Dunia Perkerisan

Cara menghunus keris yang lazim adalah sebagai berikut : peganglah keris pada bagian pedhoknya dengan tangan kiri, warangka di arahkan condong ke atas, menghunusnya di depan dada. Tangan kanan kemudian memegang ukiran (deder), ibu jari tekankan pada warangka tepat pada ri cangkring. Pelan-pelan warangka ditarik mundur dengan tangan kiri, bilah keris diangkat ke atas (menghadap wajah kita), ujung keris menghadap ke atas, kira-kira setinggi daun telinga. Baru setelah itu bilah keris diamati di depan kita. Sebaiknya jangan sekali-kali memegang bilah keris, bekas jari anda akan menjadi salah satu penyebab karat. 

Untuk mengembalikan ke sarungnya sama saja. Keris diangkat disisi daun telinga, kemudian dengan tangan kiri, sarung keris di hadapkan pada ujung keris. Pelan-pelan warangka kita dorongkan ke bilah hingga semua masuk dengan baik.Yang perlu diperhatikan, yang menyarungkan bilah keris adalah yang menghunuskan keris, bukan orang lain.

Para penikmat keindahan keris seyogyanya tidak mengeluarkan kritik dan celaan pada bilah keris yang dilihatnya, kecuali jika diminta oleh pemiliknya. Mencela keris atau menunjuk keris cacat, secara langsung juga mencela pada empu pembuatnya dan yoni isi keris, salah-salah bisa kualat.

Blogger
Disqus

Tidak ada komentar